Letjen Ibrahim Adjie: Sang Pejuang dan Diplomat dari Bogor
Jakarta - Letnan Jenderal TNI Ibrahim Adjie adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang dikenal luas atas jasanya dalam menjaga kedaulatan dan stabilitas negara. Lahir di Bogor pada 24 Februari 1924, Ibrahim Adjie mengukir perjalanan hidup yang penuh perjuangan dan dedikasi, mulai dari masa revolusi hingga peran diplomatiknya di luar negeri.
Awal Kehidupan dan Karier Militer
Ibrahim Adjie lahir di Bogor, Jawa Barat, dalam keluarga
sederhana. Sejak muda, ia sudah menunjukkan ketertarikan pada dunia militer dan
semangat patriotisme yang tinggi. Saat Indonesia memasuki masa revolusi
kemerdekaan, Ibrahim Adjie bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dan menjadi bagian dari Divisi Siliwangi yang terkenal akan keberaniannya.
Salah satu momen penting dalam karier militernya adalah
saat Divisi Siliwangi melakukan Long March pada tahun 1948. Long March ini
merupakan evakuasi strategis dari Jawa Tengah menuju Jawa Barat akibat tekanan
dari Belanda. Pengalaman ini mengasah ketangguhan dan kecerdasan strategi
militer Ibrahim Adjie.
Pemimpin di Medan Perang
Pada 1960 hingga 1966, Ibrahim Adjie menjabat sebagai
Panglima Kodam III/Siliwangi, pangkalan militer di Jawa Barat yang sangat
strategis. Saat itu, salah satu tantangan terbesar adalah mengatasi
pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh
Kartosoewirjo.
Dengan kepemimpinan yang tegas namun bijaksana, Ibrahim
Adjie berhasil memimpin operasi militer yang membawa keberhasilan besar:
tertangkapnya Kartosoewirjo pada tahun 1962. Keberhasilan ini menjadi titik
balik penting dalam penumpasan pemberontakan yang mengancam kesatuan Republik
Indonesia.
Dari Militer ke Diplomasi
Setelah sukses dalam dunia militer, Ibrahim Adjie
dipercaya untuk mengemban tugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Inggris pada
1966–1970. Peran ini menunjukkan kepercayaan besar pemerintah terhadap
kemampuannya tidak hanya di medan perang, tapi juga dalam diplomasi
internasional.
Sebagai diplomat, Ibrahim Adjie berperan penting dalam
menjaga hubungan baik antara Indonesia dan Inggris pada masa transisi politik
yang sensitif di Indonesia. Kariernya sebagai diplomat menambah dimensi baru
dalam kiprah hidupnya yang beragam.
Aktivitas Setelah Pensiun
Selain karier militer dan diplomasi, Ibrahim Adjie juga
dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Ia mendirikan PT Kurnia Jaya Alam,
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan pengembangan
infrastruktur, termasuk pembangunan jalan Trans Barelang di Batam.
Tak hanya itu, ia juga dikenal sebagai pendiri Restoran
Rindu Alam di kawasan Puncak, Bogor — tempat yang selama bertahun-tahun menjadi
tujuan favorit wisata kuliner hingga akhirnya tutup pada tahun 2020.
Keberanian dan Semangat Juang
Salah satu momen mengesankan dalam kehidupannya terjadi
pada tahun 1989 ketika rumahnya di Pondok Indah disatroni perampok. Meskipun
sudah berusia lanjut, Ibrahim Adjie menunjukkan keberanian luar biasa dengan
melawan dan menembak mati salah satu pelaku perampokan tersebut. Kejadian ini
menjadi bukti bahwa semangat juangnya tetap hidup sepanjang hayat.
Warisan dan Penghormatan
Letjen Ibrahim Adjie wafat pada 25 Juli 1999 di
Singapura, meninggalkan warisan yang abadi dalam sejarah militer Indonesia.
Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Bandung dan Garut, sebagai bentuk
penghormatan atas jasa-jasanya dalam menjaga keutuhan NKRI.
Ibrahim Adjie dikenang bukan hanya sebagai seorang
jenderal yang lihai, tapi juga sebagai sosok yang rendah hati dan peduli kepada
rakyat. Kepemimpinannya yang memadukan ketegasan dan humanisme menjadi contoh
inspiratif bagi generasi penerus.
Komentar
Posting Komentar